Selasa, 11 Desember 2012

uyeeeeeee PPL syudah selesai.. namun satu gunung terahir yang harus ku singkirkan sudah menanti.. TEROREEETTTROOREEETTTTT!!!! S.K.R.I.P.S.I. satu ku pegang saat ini: TUHAN BERSAMA MAHASISWA TINGKAT AKHIR!!! Uyeeee... lupakan pucuk, lupakan discount, lupakan gelar miss shoping, lupakan oriflame sejenak, lupakan bisnis pulsa, lupakan drama korea (errr.. ga yakin bisa), lupakan Facebook dan Twiter (ini apa lagi, mana bisaa..).. Bapak Shaefuddin dan Bapak Ismail selaku dosen pembimbing, saya minta kerjasamanya.. gag lama-lama kok pak, jangan sampai deh lama-lama, cukup kok pak 3 bulan.. yaa maks 6 bulan ke depanlah :P

Kamis, 03 Mei 2012

PERSYARATAN, KEWAJIBAN DAN HAK GURU

MAKALAH PROFESI KEPENDIDIKAN PERSYARATAN, KEWAJIBAN DAN HAK GURU Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kepandidikan Semester 6B Disusun oleh: Diah Rahma Sari K7109054/03 Dyah Dwi Hapsari K7109065/09 Esti Puji Astuti K7109074/15 Hartina Apriyati K7109089/27 Indah Wahyu Ningrum K7109103/33 PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seorang guru memiliki pekerjaan yang luhur dan mulia, baik diinjau dari segi masyarakat dan negara maupun ditinjau dari segi keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan negara. Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara, sebagian besar tergantung kepada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru-guru. Makin tinggi pendidikan guru, makin baik pula mutu pendidikan dan pengajarn yang diterima oleh anak-anak, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu, guru harus berkeyakinan dan bangga bahwa ia dapat menjalankan tugas itu. Guru hendaklah berusaha menjalankan tugas kewajiban sebaik-baiknya sehingga dengan demikian masyarakat akan beranggapan yang positif bahwa tugas yang dimiliki guru begitu berat namun juga mulia. Pengahargaan masyarakat terhadap guru haruslah timbul karena perbuatan guru itu sendiri. Meskipun demikian, sukar pula hal itu terlaksana, jika perbaikan nasib, kehidupan, dan kedudukan guru-guru itu masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Untuk melaksanakan perbaikan dalam pendidikan dan pengajaran anak-anak pada khususnya, serta masyarakat pada umumnya, pemerintah, guru-guru, dan masyarakat harus saling mengerti dan bekerja sama dengan sebaik-baiknya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah persyaratan sebagai guru? 2. Apa sajakah kewajiban dan hak guru? BAB II PERSYARATAN, KEWAJIBAN DAN HAK GURU A. PERSYARATAN MENJADI GURU 1. Persyaratan Menjadi Pegawai Negeri Sipil Persyaratan untuk menjadi PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1976 pasal 3 (H. Nainggolan, 1984 :49 – 51), sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia Apabila disangsikan tentang kewarganegaraan seorang pelamar, maka harus diminta bukti kewarganegaraannya, yaitu keputusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan yang menetapkan menjadi warga negara Indonesia. Apabila seorang warga negara Indonesia keturunan asing yang sudah mengganti namanya dengan negara Indonesia, harus dimintakan pula surat pernyataan ganti nama yang dikeluarkan oleh Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. b. Berusia serendah-randahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 40 (empat puluh) tahun. Pelamar yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau melebihi 40 (empat puluh) tahun tidak dapat diterima sebagai calon Pegawai Negeri Sipil. Pelamar yang melebihi 40 (empat puluh) tahun hanya dapa diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil atas keputusan Presiden sesuai dengan ketentuan Penjelasan Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975. Usia pelamar ditentukan berdasarkan tanggal kelahiran yang dicantumkan dalam Akte Kelahiran tanggal lahir yang tercantum dalam surat tanda tamat belajar / ijazah. Apabla terdapat perbedaan tanggal atau tanggal kelahiran antara yang ercantum dalam akta kelahiran dan durat tanda tamat belajar / ijazah, maka tanggal atau yahun kelahiran yang tercantum dalam akte kelahiranlah yang digunakan. c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatannya. Hukuman percobaan tidak termasuk dalam syarat yang dimaksud diatas. d. Tidak pernah terlibat dalam gerakan yang menantang Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Gerakan manakah yang merupakan gerakan yang menetang, Undang Undang Dasar 1945, falsafah dan ideologi Negara Pancasila, Negara dan Pemerintah dinyatakan / diputuskan secara tegas oleh Pemerintah Pusat. e. Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun instansi swasta. Seorang yang pernah diberhentikan dengan tidak hormat baik di instansi pemerintah maupun instansi swasta tidak dapat diterima sebagai calon Pegawai Negeri Sipil / Pegawai Negeri Sipil. f. Tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau calon Pegawai Negeri Sipil. Seorang yang masih berkedudukan sebagai calon Pegawai Negeri Sipil / Pegawai Negeri Sipil / calon Anggota Bersenjata Republik Indonesia pada suatu instansi tidak dapat diterima untuk menjadi calon Pegawai Negeri Sipil / Pegawai Negeri Sipil pada instansi lain. g. Mempunyai kecakapan, keahlian, pendidikan, atau keahlian yang diperlukan. h. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan POLRI setempat. i. Berbadan sehat yang dibuktikan dengn surat keterangan dokter. j. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah. k. Syarat-syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan. Dalam pengertian ini termasuk syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh instansi yang bersangkutan. Semua syarat-syaarat tersebut diatas herus dipenuhi oleh setiap pelamar. Apabila salah satu syarat diatas tidak dipenuhi oleh pelamar, maka lamarannya ditolak. 2. Persyaratan Guru Menurut Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Selain persyaratan sebagai PNS, seperti tersebut diatas, jabatan guru juga memiliki persyaratan seperti yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 8. Pasal ini menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. a. Persyaratan Kualifikasi Akademik Mencermati pasal 9 undang undang ini, tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1) atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP,atau guru pada pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, persyaratan ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Mungkin untuk saat ini ( tahun 2007) persyaratan diatas dianggap memadai, tetapi 10 tahun atau 20 tahun yang akan datang belum tentu persyaratan tersebut dianggap layak. Sekarang di masyarakat sudah berkembang wacana kualifikasi akademik untuk jabatan presiden. Ada gagasan bahwa kualifikasi akademik minimal untuk jabatan presiden adalah saarjana (S1). Gagasan ini telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Untuk yang pro mengemukakan berbagai alasan untuk mendukung kesetu juannya itu, sebaliknya bagi yang kontra juga mengutarakan berbagai argumen untuk memperkuat ketidaksetujuannya itu. Sekarang Anda bagaimana? Pro dan Kontra, mungkin diantara kalian ada yang pro dengan alasan “guru SD saja yang hanya mengurus peserta didik 1 kelas aja dituntut persyaratan minimal ijazah S1, apa logis jabatan presiden dibebaskan dari persyaratan kualifikasi akademik”. Sebagai pendidik murni tak perlu terjebak dalam hal-hal seperti itu. Kita harus bisa memilih dan memilah mana yang hakikat dan mana yang bukan, mana yang substansi mana yang bukan, mana yang esensi dan mana yang bukan. Saya bertanya kepada Anda, apakah persyaratan kualifikasi akademik(ijazah) merupakan substansi utnuk jabatan guru? Jika mengalami kesulitan menemukan jawaban pertanyaan itu diskusikan dengan teman teman Anda. b. Persyaratan Kompetensi Kompetensi yang wajib dimiliki guru disebutkan dalam pasal 10 yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Untuk gambaran masing-masing kompetensi, Anda dipersilahkan mempelajari unit 3. c. Persyaratan Sertifikat Pendidik Pada tahun 70-an, pengangkatan menjadi rujukan pertamanya adalah ijazah keguruan. Pada awal tahun 80-an Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) membuka program baru, yaitu program diploma (D1, D2, D3) dan program strata satu (S1). Lulusan ini selain berijazah juga mendapat setifikat akta. Persyaratan untuk menjadi guru berubah, selain ijazah akta mengajar merupakan rujukan pokok lulusan perguruan tinggi non guru ingin menjadi guru harus memiliki ijazah akta mengajar, baru bisa diangkat menjadi guru. Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 Program akta yang selama ini telah berjalan, nampaknya akan berganti nama menjadi program sertifikasi. Program ini akan memberikan sertifikat pendidik kepada calon guru dan guru yang lulus uji kompetensi. d. Persyaratan Kesehatan Persyaratan ini meliputi kesehatan jasmani dan rohani. Guru harus sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama penyakit menular. Hal ini penting karena pekerjaan guru sehari-hari berinteraksi dengan peserta didik. Pernah terjadi kasus, seorang guru SD X terken penyakit menular. Guru tersebut tidak diperkenankan mengajar dan diberikan tugas tugas administrasi. Selain tidak berpenyakit, guru juga tidak cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. Termasuk kesehatan jasmani adalah buta warna. Guru seharusnya tidak buta warna, mangapa ? Anda pasti sudah tahu jawabannya. Guru juga seharusnya sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit jiwanya (psychose). Tugas guru tidakmungkin dilakukan oleh orang-orang yang mengidap neurose dan psychose. e. Persyaratan Kemampuan UntukMewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Persyaratan ini lebih mengarah pada tugas guru sebagai pengajar guru harus bisa mengutarakan peserta didiknya mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang pada hierarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti tercapainya tujuan kurikuler. Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna tercapainya tujuan pendidikan nasional. 3. Persyaratan Khusus a. Memiliki Akhlak Mulia Guru adalah panutan peserta didik. Secara ilmiah, peserta didik dibekali dengan dorongan untuk meniru. Meniru perbuatan yang buruk lebih mudah dilakukan daripada meniru perbuatan yang baik. Bagi peserta didik SD, lebih mudah meniru apa yang dilakukan gurunya daripada menerima penjelasan-penjelasa verbal dari gurunya. Agar peserta didik meniru hal yang baik maka guru wajib memiliki akhlak yang terpuji. Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan pada guru untuk membentuk peserta didiknya agar memiliki akhla mulia (pasal 3 UU No 20 Tahun 2003). Bagaimana tugas ini dapat dilaksanakan guru, jika guru sendiri tidak berakhlak mulia. b. Memiliki Kewibawaan Perbuatan mendidik tidak dapat dilakukan atau akan sia-sia seandainya peserta didik tidak mengetahui kewibawaan pendidik. Tanpa kewibawaan, peserta didik akan berbuat sesukanya tanpa menghiraukan kehadiran si pendidik. Kewibawaan terutama muncul karena kemampuan yang muncul dari kepribadian seseorang. Kepribadian memancarkan ketersediaan, kesanggupan, ketrampilan, ketegasan, kejujuran, kesupelam, tanggung jawab dankerendahan hati merupakan sumber munculnya kewibawaan. Kewibawaan tidak dapat muncul hanya karena kepandaian atau ilmu pengetahuan yang cukup. Tidak dapat pula diukur dengan keadaaan jasmani yang tinggi besar atau dengan pangkat dan sebagainya. Tidak sedikit guru yang kewalahan menghadapi peserta didiknya karena tidak memiliki kewibawaan. Kewibawaan tidak sama dengan kekuasaan, meskipun dalam pemakaian sehari-hari sepintas lalu kelihatan sama. Hal ini disebabkan akibat keduanya sama yaitu patuh, tetapi akar dari kepatuhan itu berbeda. Kewibawaan itu muncul berakarkan pada kepercayaan, yaitu kepercayaan yang timbal balik. Pihak yang satu percaya bahwa si pemangku kewibawaan ini mampu melakukan sesuatu yang dipercayakan kepadanya dengan penuh tanggu jawab. Tidak ada keragu-raguan untuk mengakui kewibawaan tersebut. Pihak yang lain (si pemangku kewibawaan) percaya pada dirinya bahwa ia dapat melakukan tugas yang dibebankan kepadanya dan percaya bahwa pihak yang diluar dirinya akan sedia mengikuti kebijaksanaan yang dijalankannya untuk tujuan bersama. Kepercayaan ini menimbulkan keyakinan pada msing-masing pihak sehingga muncullah kesediaan menerima dan mematuhi pada satu pihak, dan kesediaan menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab pada pihak yang lain. Kepercayaan yang timbal balik ini menimbulkan keyakinan dan kesediaan yang timbal balik pula. Kesediaan guru untuk membantu peserta didik dengan penuh ketekunan, kesabaran dan tanggung jawab sehingga peserta didik juga mematuhi apa yang diperintahkan kepadanya. Lalainya guru akan tanggu jawab menyebabkan berkurangnya kepercayaan peserta didik terhadap guru, ini berarti berkurangnya keyakinan peserta didik atas kemampuan guru dan berkurangpulalah kesediaan npeserta didik untuk mematuhi guru. Jika dihubungkan dengan kekuasaan, dalam kewibawaanpun harus ada kekuasaan. Guru telah memperoleh kekuasaan ini pada saat ia diangkat sebagai guru oleh pihak yang berwenang. Kekuasaan ini dapat digunakan pada saat terjadi pelanggaran oleh peserta didik. Jadi kekuasaan mendukung kewibawaan. Namun demikian kekuasaan yang ditujukan untuk keperluan mendidik haruslah berakar pada kepercayaan. Pada umumnya kekuasaan ini muncul karena “kekuatan” dan muncullah rasa takut akan kekuatan itu, maka akan menurut dan patuh. Disinilah letaknya perbedaan antara kewibawaan dan kekuasaan. Pada kewibawaan kepenurutan peserta didik atas dasar kesediaan dan kerelaan mematuhi si pendidik atau guru, tetapi kekuasaan atas dasar rasa takut. c. Memiliki Kesabaran dan Ketekunan Pekerjaan guru membutuhkan kesabaran dan ketekunan karena peserta didik yang dihadapi memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik latar belakang keluargha, ekonomi, sosial, budaya maupun kemampuan. Pribadi-pribadi dengan temperamen dingin lebih cocok untuk jabatan guru daripada individu-individu berteramen panas. d. Mencintai Peserta Didik Apapun yang dilakukan guru semata-mata didasarkan atas kecintaannya kepada peserta didik. Pemberian perintah, larangan, ganjaran, hukuman semua itu dilandasi rasa cinta kepada peserta didik agar peserta didik menjadi orang yang berguna bagi orang tua, masyarakat dan negara. B. KEWAJIBAN DAN HAK GURU 1. Kewajiban Guru a. Kewajiban guru sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diatur dalam UU No 8 tahun 1974 1) Pasal 4 Wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. 2) Pasal 5 Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. 3) Pasal 6 - Wajib menyimpan rahasia jabatan - Pegawai negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas perintah yang berwajib atas kuasa undang-undang. b. Kewajiban guru sebagai pendidik Dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, ada sebutan tenaga kependidikan dan pendidik. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (pasal 1 ayat 5). Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (pasal 1 ayat 6). Jadi pendidik itu merupakan tenaga kependidikan, tetapi tenaga kependidikan belum tentu pendidik. Kewajiban pendidik menurut UU SISDIKNAS pasal 40 ayat 2: 1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis 2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan 3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. c. Kewajiban guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 (Undang-undang Guru dan Dosen) Pasal 20 UU ini mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: 1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran 2) Mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajarn. 4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. 2. Hak guru a. Hak Guru Sebagai PNS (Menurut UU No 8 Tahun 1974) 1) Pasal 7 : Berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. 2) Pasal 8 : Berhak atas cuti. 3) Pasal 9 : a) Bagi mereka yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dan karena tugas kewajibannya, berhak memperoleh perawatan. b) Bagi mereka yang menderita cacat jasmani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi, berhak memperoleh tunjangan. c) Bagi mereka yang tewas, keluarga berhak memperoleh uang duka. 4) Pasal 10 : pegawai negeri yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, berhak atas pensiun. b. Hak Guru Sebagai Pendidik (Menurut UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 ayat 1) : 1) Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. 2) Memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. 3) Memperoleh pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. 4) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual. 5) Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. c. Hak Guru Menurut UU No 14 Tahun 2005 Pasal 14 ayat 1 1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. 2) Mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. 3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. 4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi. 5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. 6) Memberikan kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan atau sangsi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang undangan. 7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas. 8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi. 9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan. 10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi dan / atau. 11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. d. Hak Guru di Daerah Khusus Pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak : 1) Kenaikan pangkat rutin secara otomatis. 2) Kenaikan pangkat istimewa satu kali. 3) Perlindungan dalam melaksanakan tugas. 4) Pindah tugas setelah bertugas 2 tahun dan tersedia guru pengganti (pasal 29 ayat 3). BAB III PENUTUP KESIMPULAN Persyaratan menjadi guru, antara lain : 1. Persyaratan Menjadi Pegawai Negeri Sipil Persyaratan untuk menjadi PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1976 pasal 3 (H. Nainggolan, 1984 :49 – 51) 2. Persyaratan Guru Menurut Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005, yaitu : a. Persyaratan Kualifikasi Akademik b. Persyaratan Kompetensi c. Persyaratan Sertifikat Pendidik d. Persyaratan Kesehatan e. Persyaratan Kemampuan UntukMewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. 3. Persyaratan Khusus a. Memiliki Akhlak Mulia b. Memiliki Kewibawaan c. Memiliki Kesabaran dan Ketekunan d. Mencintai Peserta Didik Kewajiban dan hak guru 1. Kewajiban Guru a. Kewajiban guru sebagai PNS yang diatur dalam UU No 8 tahun 1974 pada : pasal 4, pasal 5, pasal 6. b. Kewajiban guru sebagai pendidik dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. c. Kewajiban pendidik menurut UU SISDIKNAS pasal 40 ayat 2. 2. Hak guru a. Hak Guru Sebagai PNS (Menurut UU No 8 Tahun 1974) pada pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10. b. Hak Guru Sebagai Pendidik (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 ayat 1). c. Hak Guru Menurut UU No 14 Tahun 2005 Pasal 14 ayat 1. d. Hak Guru di Daerah Khusus Pasal 29 ayat 1.

Minggu, 03 April 2011

berbicara bahasa indonesia

bahasa Indonesia "berbicara"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai insan yang normal, setiap manusia ingin berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Dengan demikian tidak terlepas dalam aktifitas menyimak dan berbicara. Terutama dalam pemanfaatan bahasa lisan. Namun dalam kenyataannya pembelajaran bahasa pada kurikulum yang telah lalu berbicara belum mendapat perhatian yang memadai karena masih dipadukan atau diselipkan diantara pokok-pokok bahasan yang lain, seperti pragmatik, kosakata, struktur, apresiasi sartra.
Berbicara sebagai salah satu bagian ketrampilan berbahasa mendapat perhatian khusus. Ketrampilan berbicara diajarkan dan dikembangkan sejajar dengan keterampilan-katerampilan yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Bahkan dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara terpadu. Untuk itu masalah keterampilan berbicara perlu dipahami dan dibicarakan lebih jauh.
Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbicara sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud konsep dasar berbicara?
b. Bagaimana pengertian berbicara?
c. Bagaimana tujuan dalam berbicara?
d. Apa saja jenis berbicara?
e. Bagaimana metode dan perencanaan yang diperlukan dalam berbicara?
f. Bagaimana berbicara yang ideal?
g. Apakah keterampilan yang diperlukan dalam berbicara efektif?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui konsep dasar berbicara.
b. Mengetahui dan memahami pengertian berbicara.
c. Mengetahui tujuan dalam berbicara.
d. Mengetahui apa saja yang termasuk jenis berbicara.
e. Mengetahui dan menerapkan metode dan perencanaan dalam berbicara.
f. Mengetahui dan memahami berbicara yang ideal.
g. Memahami menghayati keterampilan dalam berbicara efektif.



BAB II
KETERAMPILAN BERBICARA

A. KONSEP DASAR BERBICARA
Di dalam berinteraksi atau komunikasi yang menggunakan bahasa dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu secara tertulis dan secara lisan. Untuk dapat berkomunikasi lisan secara efektif diperlukan keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan kebudayaan, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembilan hal, yaitu:
1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal.
Dalam berkomunikasi lisan pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal, berganti peran secara spontan, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak dan sebaliknya.
2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi.
Berbicara dimanfaatkan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan. Dalam kaitannya dengan fungsi bahasa, berbicara digunakan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan, mengadaptasi, mempelajari dan mengontrol lingkungan.
3. Berbicara adalah tingkah laku.
Melalui berbicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya.
4. Berbicara adalah ekspresi kreatif.
Perkembangan persepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi seseorang untuk mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual.
5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Semain banyak berlatih semakin banyak dikuasai dam terampil dalam berbicara.
6. Berbicara dipengaruhi oleh pengalaman.
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila si pembicara memiliki pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan dapat menguraikan pengetahuan dan pengalamannya tersebut.
7. Berbicara sarana memperluas cakrawala.
Berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat.
Dengan memberi kesempatan berbicara akan memberi kesempatan perkembangan linguistik, sehingga mudah belajar berbicara/berbahasa.
9. Berbicara adalah pencaran pribadi.
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara, antara lain : gerak-gerik, tingkah laku, kecenderungan, kesukaan, dan cara berbicaranya. (Logan dkk. 1972: 104-105)

B. PENGERTIAN
Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam umur lain, yakni bunyi bahasa. Bunyi bahasa yang didengar pendengar tersebut kemudian diubah menjadi bentuk semula yaitu pesan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.(HG Tarigan, 1981:15).
Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar(audibel) dan yang kelihatan (visibel) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Dalam pengertian lain berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan din sebagai anggota masyarakat. Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
Berbicara adalah aktivitas untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.

C. TUJUAN
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, setogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dibicarakan ; pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya; dan pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik acara umum maupun perorangan.
Gorys Keraf (1977: 189) menyatakan bahwa tujuan berbicara sebagai berikut:
1) Memberikan dorongan (menstimulasi) artinya pembicara berusaha member semangat, membangkitkan gairah, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian.
2) Meyakinkan artinya pembicara ingin mempengaruhi keyakinan atau sikap mental, intelektual kepada para pendengarnya.
3) Bertindak atau berbuat (menggerakkan) artinya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar dengan terbangkitkannya emosi/kemauan.
4) Memberitahukan (menginformasikan) artinya pembicara berusaha menyampaikan sesuatu kepada pendengar dengan harapan agar mengerti tentang sesuatu hal/masalah.
5) Menyenangkan (menghibur) artinya pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang menimpa/dialami oleh para pendengar.

D. JENIS BERBICARA
Gorys Keraf membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam yaitu: 1.) persuasive (mendorong, meyakinkan, dan bertindak). 2.) intruktif (memberitahukan). 3.) Rekreatif (menyenangkan) (1977:189). Djago Tarigan (1990:176) membedakan macam berbicara berdasarkan pada: situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus. Menurutnya macam berbicara menjadi beragam sekali tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya.
Berbicara dapat berlangsung dalam situasi, suasana, dan lingkungan formal atau informal. Dalam situasi formal, pembicara dapat dituntut berbicara secara formal pula, misalnya dalam ceramah, perencanaan, dan penilaian. Sebaliknya dalam situasi nonformal seperti banyak dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, pembicara dituntut santai atau tidak formal pula, misalnya dalam tukar menukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita, pengumuman, bertelpon, dan member petunjuk.
Seperti telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, tujuan orang berbicara, ialah ada bermacam-macam. Dalam hal ini pembicara mengharapkan reaksi atau respon dari para pendengar termasuk daripada pendengar. Termasuk ke dalam jenis ini adalah: menginformasikan, menghibur, menstimulasi, meyakinkan, dan mengarahkan.
Ditilik dari metode yang digunakan oleh pembicara, dapat dibedakan menjadi: penyampaian secara mendadak, penyampaian berdasarkan catatan kecil, penyampaian berdasarkan hafalan, dan penyampaian berdasarkan naskah.
Dengan memperhatikan jumlah penyimak yang terlibat dalam suatu pembicaraan, berbicara dapat dibedakan menjadi: antar pribadi, kelompok kecil, dan kelompok besar.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sering terdapat berbagai kegiatan. Diantara kegiatan tersebut ada yang tergolong kegiatan/peristiwa khusus/spesifik, dan istimewa. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, berbicara dapat dibadakan menjadi pidato, presentasi, penyambutan, perpisahan, jamuan (mekan malam), perkenalan, dan pidato nominasi (mengunggulkan).

E. METODE DAN PERENCANAAN BERBICARA
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar, ataupun waktu untuk persiapan sangat menentukan dalam memilih metode atau cara pembicaraan.
Metode penyajian lisan atau berbicara dapat dibedakan menjadi:
1) Metode Impromtu (serta-merta)
Metode ini menyampaikan bahan bicaranya didasarkan atas kebutuhan sesaat. Pembicara tidak berkesempatan untuk mempersiapkan bahan pembicaraan sama sekali. Oleh karena itu wajar bila pembicara berbicara atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya serta teringat di benaknya.
2) Metode Menghafal
Pembicaraan membawakan bahan bicara perencanaan yang cukup matang dan ditulis secara lengkap, kemudian dihafal kata demi kata,kalimat demi kalimat. Dengan metode ini pembicaraan menjadi kaku dan tidak menarik, karena pembicara cenderung menguras tenaga dan ingatan pada bahan yang telah ditulis, sehingga tidak ada usaha menarik perhatian pendengar.
3) Metode Naskah
Penggunaan metode ini dapat kita jumpai pada pidato-pidato resmi, pidato radio dan televisi. Metode ini agak kaku sifatnya, karena pembicara selalu mengarahkan pandangan pada naskah yang dihadapinya. Pembicara yang kurang berpengalaman akan mengalami kesulitan dalam memberikan tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraan dan menarik perhatian pendengar.
4) Metode Ekstemporan (Tanpa naskah)
Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan kecil yang penting. Dengan demikian dapat dimanfaatkan oleh pembicara untuk mengurutkan pembicaraannya.

F. PEMBICARA YANG IDEAL
Pengetahuan mengenai cirri pembicara yang ideal sangat bermanfaat bagi seorang pembicara, yaitu untuk mengetahui apakah mereka termasuk pembicara kurang baik atau sudah termasuk pembicara yang baik atau ideal. Berikut ini ciri-ciri pembicara ideal yang perlu diketahui, dipahami, dihayati dan diterapkan dalam berbicara, sebagai berikut :
1. Dapat memilih topik yang tepat
Pembicara yang baik dapat memilih topik atau materi yang menarik,aktual, dan menarik bagi pendengarnya. Pembicara mempertimbangkan minat, hasrat, dan kebutuhan pendengarnya. Bila pembicara menarik dan berkesan di hati pendengar secara otomatis akan efektif penyajian materinya.



2. Menguasai materi pembicaraan
Pembicara yang baik berusaha menguasai dan memahami materi yang akan dibicarakan. Pembicara berusaha menelaah berbagai sumber, acuan seperti majalah, artikel yang berkaitan dengan materi pembicaraannya.
3. Memahami latar belakang pendengar
Sebelum berbicara langsung,pembicara yang baik,berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya. Misalnya: jumlah, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,minat, nilai yang dianut, serta kebiasaannya.
4. Mengetahui Situasi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami dan mengetahui situasi pembicaraan. Karena itu ia tak segan mengidentifikasi ruangan, waktu, peralatan dan suasana.
5. Tujuan yang Jelas
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaraan dengan terang dan gamblang. Pembicara tahu kemana hendak menghibur, memberi informasi, meyakinkan, menstimulasi atau menggerakkan. Pembicara tahu dengan pasti apa yang diharapkan dari pendengar dan respon dari pendengarnya.
6. Kontak dengan Pendengar
Pembicara yang baik selalu mempertahankan pendengarnya. Ia berusahamemahami reaksi emosi dan perasaan pendengar, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengar lewat perhatian. Pendengar yang merasa diperhatikan oleh pembicara akan memberikan sikap yang positif.
7. Kemampuan Linguistik dan Non Linguistik Tinggi
Pembicara yang baik akan berusaha memilih, menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menyampaikan jalan pikirannya.
8. Menguasai Pendengar
Pandai menarik perhatian pendengar merupakan hal yang positif bagi pembicara dengan gaya yang menarik,pembicara dapat mengarahkan dan memusatkan perhatian pendengar kepada pembicaraan.

9. Memanfaatkan Alat Bantu
Dalam menjelaskan materi, pembicara yang baik memanfaatkan alat bantu untuk memudahkan pendengar memahami apa yang disampaikan. Alat bantu dapat berupa skema, diagram, statistik, gambar,dan sebagainya.
10. Penampilan Meyakinkan
Pembicara yang baik selalu tampil meyakinkan pendengarnya. Tingkah laku, gaya berbicara, bahasa, cara berpakaian, dan kepribadian sederhana tetapi berwibawa sehingga tampak anggun dan meyakinkan.
11. Terencana
Sesuatu yang direncana hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak terencana. Oleh karena itu pembicara yang baik telah merencanakan pembicaraan sejak dari: memilih topik, menganalisis pendengar dan situasi menyusun kerangka, menguji coba, dan meyakinkan.

G. KETERAMPILAN BERBICARA EFEKTIF
Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Pada dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Bila pembukaan sudah berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 % ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pada acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan dibicarakan.
Bila kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat komite sekolah yang dihadiri oleh pejabat sekolah bersangkutan dan para wali murid, sifatnya formal. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi “penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan Bicara
Lawan bicara atau pendengar bisa dikategorikan dalam dua bagian, yaitu kelompok atau perseorangan. Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Baik isi maupun pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara. Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang lainnya.
b. Isi/Inti Pembicaraan
Dalam acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio visual.
Sesekali sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian.
Untuk mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya dapat dilihat dari lima faktor yaitu:
1) Bunyi vokal dan konsonan diucapkan dengan tepat.
2) Pola intonasi, naik turunnya suara serta tekanan suara kata diucapkan dengan tepat.
3) Ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya.
4) Kata-kata yang diucapkan dalam bentuk dan urutan yang tepat
5) Sejauh mana “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “ke-native-speaker-an” yang tercermin dari seseorang berbicara (Brooks, 1964:252).

1. Pidato
Komunikasi lisan khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu (serta merta), menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika menyusun pidato perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Pengumpulan bahan.
b. Garis besar pidato.
c. Uraian secara detail.
Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis sebagai berikut:
a) Jumlah pendengar
b) Tujuan mereka berkumpul
c) Adat kebiasaan mereka
d) Acara lain
e) Tempat berpidato
f) Usia pendengar
g) Tingkat pendidikan pendengar
h) Keterikatan hubungan batin dengan pendengar
i) Bahasa yang biasa digunakan
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, selain itu penyajian pesan dengan jelas akan mempermudah pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti 6 macam urutan, yaitu deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan membawakan suatu pidato, yaitu:
1. Garis besar terdiri dari tiga bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup
2. Lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan
3. Penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan
Dalam kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan-gagasan secara cermat.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah diperhatikan hal-hal berikut:
1. Gunakanlah kata-kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
2. Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat.
3. Hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4. Berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan kalimat efektif.
5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kambali.
Hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik yaitu dengan cara sebagai berikut :
a) Langsung menyebutkan pokok permasalahan,
b) Melukiskan latar belakang masalah.
c) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
d) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.
e) Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
f) Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak.
g) Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.
h) Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar.
i) Memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka.
j) Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan.
k) Mengajukan pertanyaan provokatif.
l) Menyatakan kutipan.
m) Menceritakan pengalaman pribadi.
n) Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis.
o) Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya.
p) Membuat humor.
Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu diantara cara-cara tersebut sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi. Adapun cara menutup pidato adalah sebagai berikut:
a) Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
b) Menyatakan kemnali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda.
c) Mendorong khalayak untuk bertindak.
d) Mengakhiri dengan klimaks.
e) Menyatakan kutipan alquran, sajak, peribahasa atau ucapan para ahli.
f) Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicara.
g) Menerangkan maksud yang sebenarnya pribadi pembicara.
h) Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.

2. Dialog
Dialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara 2 orang atau lebih. Fungsi utama berdialog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat atau merundingkan sesuatu masalah. Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa terjadi interaksi dialog, misalnya di rumah, di pasar, di jalan raya, di kantor, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika berdialog adalah:
1. Bagaimana menarik perhatian
2. Bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan
3. Bagaimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan
4. Bagaimana mengakhiri suatu percakapan
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian pembicaraan dapat mudah dipahami apabila disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting dalam dialog.

3. Bercerita
Manfaat bercerita diantaranya, yaitu
a. Memberikan hiburan,
b. Mengajarkan kebenaran,dan
c. Memberikan keteladanan
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya :
a. Penguasaan dan penghayatan cerita,
b. Penyelarasan dengan situasi dan kondisi,
c. Pemilihan dan penyusunan kalimat,
d. Pengekspresian yang alami, dan
e. Keberanian

4. Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:18, dikutip dari mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusi ialah proses pelibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah.
Brilhart (Mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusu yaitu bentuk tukar pikiran secara teratur dan tererah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk mengambik keputusan bersama dalam mengatasi masalah.
Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah :
1. Parsitipasi lebih dari satu orang,
2. Dilaksakan dengan bertatap muka,
3. Menggunakan bahasa lisan,
4. Bertujuan untuk mendapatkan kesempatan bersama,
5. Dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.




BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berbicara merupakan suatu keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan gagasan.
Berbicara bertujuan untuk berkomunikasi, selain itu berbicara juga bertujuan untuk member dorongan, stimulasi, meyakinkan, bertindak, menginformasikan, dan menghibur.
Macam berbicara sangat beragam, tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya. Berbicara dapat dibedakan menjadi: persuasif (mendorong, meyakinkan, bertindak), instruktif (memberitahukan), dan rekreatif (menyenangkan). Sedangkan pendapat lain dibedakan menurut situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus.
Metode berbicara yaitu: impromptu, menghafal naskah, dan ekstemporan. Dalam berbicara diperlukan persiapan antara lain: meneliti masalah, menyusun uraian, dan mengadakan latihan berbicara.
Seseorang dapat berbicara ideal jika dapat: memilih topik dengan tepat, menguasai materi dengan baik, mengetahui situasi, memahami latar belakang pendengar, tujuannya jelas, memanfaatkan alat bantu, penampilannya, terencana dan kontak dengan pendengar.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian. Beberapa keterampilan dalam berbicara efektif yaitu: pidato, dialog, diskusi, musyawarah, bercerita.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Rukayah. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta.

Mulyati Yeti, dkk. 2008. Ketrampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

http://www.makalahdanskripsi.blogspot.com/

http://www.id.shvoong.com/

berbicara bahasa indonesia

bahasa Indonesia "berbicara"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai insan yang normal, setiap manusia ingin berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Dengan demikian tidak terlepas dalam aktifitas menyimak dan berbicara. Terutama dalam pemanfaatan bahasa lisan. Namun dalam kenyataannya pembelajaran bahasa pada kurikulum yang telah lalu berbicara belum mendapat perhatian yang memadai karena masih dipadukan atau diselipkan diantara pokok-pokok bahasan yang lain, seperti pragmatik, kosakata, struktur, apresiasi sartra.
Berbicara sebagai salah satu bagian ketrampilan berbahasa mendapat perhatian khusus. Ketrampilan berbicara diajarkan dan dikembangkan sejajar dengan keterampilan-katerampilan yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Bahkan dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara terpadu. Untuk itu masalah keterampilan berbicara perlu dipahami dan dibicarakan lebih jauh.
Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbicara sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud konsep dasar berbicara?
b. Bagaimana pengertian berbicara?
c. Bagaimana tujuan dalam berbicara?
d. Apa saja jenis berbicara?
e. Bagaimana metode dan perencanaan yang diperlukan dalam berbicara?
f. Bagaimana berbicara yang ideal?
g. Apakah keterampilan yang diperlukan dalam berbicara efektif?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui konsep dasar berbicara.
b. Mengetahui dan memahami pengertian berbicara.
c. Mengetahui tujuan dalam berbicara.
d. Mengetahui apa saja yang termasuk jenis berbicara.
e. Mengetahui dan menerapkan metode dan perencanaan dalam berbicara.
f. Mengetahui dan memahami berbicara yang ideal.
g. Memahami menghayati keterampilan dalam berbicara efektif.



BAB II
KETERAMPILAN BERBICARA

A. KONSEP DASAR BERBICARA
Di dalam berinteraksi atau komunikasi yang menggunakan bahasa dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu secara tertulis dan secara lisan. Untuk dapat berkomunikasi lisan secara efektif diperlukan keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan kebudayaan, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembilan hal, yaitu:
1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal.
Dalam berkomunikasi lisan pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal, berganti peran secara spontan, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak dan sebaliknya.
2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi.
Berbicara dimanfaatkan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan. Dalam kaitannya dengan fungsi bahasa, berbicara digunakan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan, mengadaptasi, mempelajari dan mengontrol lingkungan.
3. Berbicara adalah tingkah laku.
Melalui berbicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya.
4. Berbicara adalah ekspresi kreatif.
Perkembangan persepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi seseorang untuk mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual.
5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Semain banyak berlatih semakin banyak dikuasai dam terampil dalam berbicara.
6. Berbicara dipengaruhi oleh pengalaman.
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila si pembicara memiliki pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan dapat menguraikan pengetahuan dan pengalamannya tersebut.
7. Berbicara sarana memperluas cakrawala.
Berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat.
Dengan memberi kesempatan berbicara akan memberi kesempatan perkembangan linguistik, sehingga mudah belajar berbicara/berbahasa.
9. Berbicara adalah pencaran pribadi.
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara, antara lain : gerak-gerik, tingkah laku, kecenderungan, kesukaan, dan cara berbicaranya. (Logan dkk. 1972: 104-105)

B. PENGERTIAN
Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam umur lain, yakni bunyi bahasa. Bunyi bahasa yang didengar pendengar tersebut kemudian diubah menjadi bentuk semula yaitu pesan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.(HG Tarigan, 1981:15).
Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar(audibel) dan yang kelihatan (visibel) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Dalam pengertian lain berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan din sebagai anggota masyarakat. Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
Berbicara adalah aktivitas untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.

C. TUJUAN
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, setogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dibicarakan ; pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya; dan pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik acara umum maupun perorangan.
Gorys Keraf (1977: 189) menyatakan bahwa tujuan berbicara sebagai berikut:
1) Memberikan dorongan (menstimulasi) artinya pembicara berusaha member semangat, membangkitkan gairah, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian.
2) Meyakinkan artinya pembicara ingin mempengaruhi keyakinan atau sikap mental, intelektual kepada para pendengarnya.
3) Bertindak atau berbuat (menggerakkan) artinya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar dengan terbangkitkannya emosi/kemauan.
4) Memberitahukan (menginformasikan) artinya pembicara berusaha menyampaikan sesuatu kepada pendengar dengan harapan agar mengerti tentang sesuatu hal/masalah.
5) Menyenangkan (menghibur) artinya pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang menimpa/dialami oleh para pendengar.

D. JENIS BERBICARA
Gorys Keraf membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam yaitu: 1.) persuasive (mendorong, meyakinkan, dan bertindak). 2.) intruktif (memberitahukan). 3.) Rekreatif (menyenangkan) (1977:189). Djago Tarigan (1990:176) membedakan macam berbicara berdasarkan pada: situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus. Menurutnya macam berbicara menjadi beragam sekali tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya.
Berbicara dapat berlangsung dalam situasi, suasana, dan lingkungan formal atau informal. Dalam situasi formal, pembicara dapat dituntut berbicara secara formal pula, misalnya dalam ceramah, perencanaan, dan penilaian. Sebaliknya dalam situasi nonformal seperti banyak dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, pembicara dituntut santai atau tidak formal pula, misalnya dalam tukar menukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita, pengumuman, bertelpon, dan member petunjuk.
Seperti telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, tujuan orang berbicara, ialah ada bermacam-macam. Dalam hal ini pembicara mengharapkan reaksi atau respon dari para pendengar termasuk daripada pendengar. Termasuk ke dalam jenis ini adalah: menginformasikan, menghibur, menstimulasi, meyakinkan, dan mengarahkan.
Ditilik dari metode yang digunakan oleh pembicara, dapat dibedakan menjadi: penyampaian secara mendadak, penyampaian berdasarkan catatan kecil, penyampaian berdasarkan hafalan, dan penyampaian berdasarkan naskah.
Dengan memperhatikan jumlah penyimak yang terlibat dalam suatu pembicaraan, berbicara dapat dibedakan menjadi: antar pribadi, kelompok kecil, dan kelompok besar.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sering terdapat berbagai kegiatan. Diantara kegiatan tersebut ada yang tergolong kegiatan/peristiwa khusus/spesifik, dan istimewa. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, berbicara dapat dibadakan menjadi pidato, presentasi, penyambutan, perpisahan, jamuan (mekan malam), perkenalan, dan pidato nominasi (mengunggulkan).

E. METODE DAN PERENCANAAN BERBICARA
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar, ataupun waktu untuk persiapan sangat menentukan dalam memilih metode atau cara pembicaraan.
Metode penyajian lisan atau berbicara dapat dibedakan menjadi:
1) Metode Impromtu (serta-merta)
Metode ini menyampaikan bahan bicaranya didasarkan atas kebutuhan sesaat. Pembicara tidak berkesempatan untuk mempersiapkan bahan pembicaraan sama sekali. Oleh karena itu wajar bila pembicara berbicara atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya serta teringat di benaknya.
2) Metode Menghafal
Pembicaraan membawakan bahan bicara perencanaan yang cukup matang dan ditulis secara lengkap, kemudian dihafal kata demi kata,kalimat demi kalimat. Dengan metode ini pembicaraan menjadi kaku dan tidak menarik, karena pembicara cenderung menguras tenaga dan ingatan pada bahan yang telah ditulis, sehingga tidak ada usaha menarik perhatian pendengar.
3) Metode Naskah
Penggunaan metode ini dapat kita jumpai pada pidato-pidato resmi, pidato radio dan televisi. Metode ini agak kaku sifatnya, karena pembicara selalu mengarahkan pandangan pada naskah yang dihadapinya. Pembicara yang kurang berpengalaman akan mengalami kesulitan dalam memberikan tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraan dan menarik perhatian pendengar.
4) Metode Ekstemporan (Tanpa naskah)
Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan kecil yang penting. Dengan demikian dapat dimanfaatkan oleh pembicara untuk mengurutkan pembicaraannya.

F. PEMBICARA YANG IDEAL
Pengetahuan mengenai cirri pembicara yang ideal sangat bermanfaat bagi seorang pembicara, yaitu untuk mengetahui apakah mereka termasuk pembicara kurang baik atau sudah termasuk pembicara yang baik atau ideal. Berikut ini ciri-ciri pembicara ideal yang perlu diketahui, dipahami, dihayati dan diterapkan dalam berbicara, sebagai berikut :
1. Dapat memilih topik yang tepat
Pembicara yang baik dapat memilih topik atau materi yang menarik,aktual, dan menarik bagi pendengarnya. Pembicara mempertimbangkan minat, hasrat, dan kebutuhan pendengarnya. Bila pembicara menarik dan berkesan di hati pendengar secara otomatis akan efektif penyajian materinya.



2. Menguasai materi pembicaraan
Pembicara yang baik berusaha menguasai dan memahami materi yang akan dibicarakan. Pembicara berusaha menelaah berbagai sumber, acuan seperti majalah, artikel yang berkaitan dengan materi pembicaraannya.
3. Memahami latar belakang pendengar
Sebelum berbicara langsung,pembicara yang baik,berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya. Misalnya: jumlah, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,minat, nilai yang dianut, serta kebiasaannya.
4. Mengetahui Situasi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami dan mengetahui situasi pembicaraan. Karena itu ia tak segan mengidentifikasi ruangan, waktu, peralatan dan suasana.
5. Tujuan yang Jelas
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaraan dengan terang dan gamblang. Pembicara tahu kemana hendak menghibur, memberi informasi, meyakinkan, menstimulasi atau menggerakkan. Pembicara tahu dengan pasti apa yang diharapkan dari pendengar dan respon dari pendengarnya.
6. Kontak dengan Pendengar
Pembicara yang baik selalu mempertahankan pendengarnya. Ia berusahamemahami reaksi emosi dan perasaan pendengar, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengar lewat perhatian. Pendengar yang merasa diperhatikan oleh pembicara akan memberikan sikap yang positif.
7. Kemampuan Linguistik dan Non Linguistik Tinggi
Pembicara yang baik akan berusaha memilih, menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menyampaikan jalan pikirannya.
8. Menguasai Pendengar
Pandai menarik perhatian pendengar merupakan hal yang positif bagi pembicara dengan gaya yang menarik,pembicara dapat mengarahkan dan memusatkan perhatian pendengar kepada pembicaraan.

9. Memanfaatkan Alat Bantu
Dalam menjelaskan materi, pembicara yang baik memanfaatkan alat bantu untuk memudahkan pendengar memahami apa yang disampaikan. Alat bantu dapat berupa skema, diagram, statistik, gambar,dan sebagainya.
10. Penampilan Meyakinkan
Pembicara yang baik selalu tampil meyakinkan pendengarnya. Tingkah laku, gaya berbicara, bahasa, cara berpakaian, dan kepribadian sederhana tetapi berwibawa sehingga tampak anggun dan meyakinkan.
11. Terencana
Sesuatu yang direncana hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak terencana. Oleh karena itu pembicara yang baik telah merencanakan pembicaraan sejak dari: memilih topik, menganalisis pendengar dan situasi menyusun kerangka, menguji coba, dan meyakinkan.

G. KETERAMPILAN BERBICARA EFEKTIF
Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Pada dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Bila pembukaan sudah berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 % ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pada acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan dibicarakan.
Bila kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat komite sekolah yang dihadiri oleh pejabat sekolah bersangkutan dan para wali murid, sifatnya formal. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi “penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan Bicara
Lawan bicara atau pendengar bisa dikategorikan dalam dua bagian, yaitu kelompok atau perseorangan. Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Baik isi maupun pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara. Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang lainnya.
b. Isi/Inti Pembicaraan
Dalam acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio visual.
Sesekali sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian.
Untuk mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya dapat dilihat dari lima faktor yaitu:
1) Bunyi vokal dan konsonan diucapkan dengan tepat.
2) Pola intonasi, naik turunnya suara serta tekanan suara kata diucapkan dengan tepat.
3) Ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya.
4) Kata-kata yang diucapkan dalam bentuk dan urutan yang tepat
5) Sejauh mana “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “ke-native-speaker-an” yang tercermin dari seseorang berbicara (Brooks, 1964:252).

1. Pidato
Komunikasi lisan khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu (serta merta), menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika menyusun pidato perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Pengumpulan bahan.
b. Garis besar pidato.
c. Uraian secara detail.
Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis sebagai berikut:
a) Jumlah pendengar
b) Tujuan mereka berkumpul
c) Adat kebiasaan mereka
d) Acara lain
e) Tempat berpidato
f) Usia pendengar
g) Tingkat pendidikan pendengar
h) Keterikatan hubungan batin dengan pendengar
i) Bahasa yang biasa digunakan
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, selain itu penyajian pesan dengan jelas akan mempermudah pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti 6 macam urutan, yaitu deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan membawakan suatu pidato, yaitu:
1. Garis besar terdiri dari tiga bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup
2. Lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan
3. Penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan
Dalam kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan-gagasan secara cermat.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah diperhatikan hal-hal berikut:
1. Gunakanlah kata-kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
2. Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat.
3. Hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4. Berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan kalimat efektif.
5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kambali.
Hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik yaitu dengan cara sebagai berikut :
a) Langsung menyebutkan pokok permasalahan,
b) Melukiskan latar belakang masalah.
c) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
d) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.
e) Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
f) Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak.
g) Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.
h) Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar.
i) Memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka.
j) Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan.
k) Mengajukan pertanyaan provokatif.
l) Menyatakan kutipan.
m) Menceritakan pengalaman pribadi.
n) Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis.
o) Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya.
p) Membuat humor.
Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu diantara cara-cara tersebut sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi. Adapun cara menutup pidato adalah sebagai berikut:
a) Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
b) Menyatakan kemnali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda.
c) Mendorong khalayak untuk bertindak.
d) Mengakhiri dengan klimaks.
e) Menyatakan kutipan alquran, sajak, peribahasa atau ucapan para ahli.
f) Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicara.
g) Menerangkan maksud yang sebenarnya pribadi pembicara.
h) Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.

2. Dialog
Dialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara 2 orang atau lebih. Fungsi utama berdialog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat atau merundingkan sesuatu masalah. Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa terjadi interaksi dialog, misalnya di rumah, di pasar, di jalan raya, di kantor, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika berdialog adalah:
1. Bagaimana menarik perhatian
2. Bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan
3. Bagaimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan
4. Bagaimana mengakhiri suatu percakapan
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian pembicaraan dapat mudah dipahami apabila disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting dalam dialog.

3. Bercerita
Manfaat bercerita diantaranya, yaitu
a. Memberikan hiburan,
b. Mengajarkan kebenaran,dan
c. Memberikan keteladanan
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya :
a. Penguasaan dan penghayatan cerita,
b. Penyelarasan dengan situasi dan kondisi,
c. Pemilihan dan penyusunan kalimat,
d. Pengekspresian yang alami, dan
e. Keberanian

4. Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:18, dikutip dari mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusi ialah proses pelibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah.
Brilhart (Mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusu yaitu bentuk tukar pikiran secara teratur dan tererah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk mengambik keputusan bersama dalam mengatasi masalah.
Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah :
1. Parsitipasi lebih dari satu orang,
2. Dilaksakan dengan bertatap muka,
3. Menggunakan bahasa lisan,
4. Bertujuan untuk mendapatkan kesempatan bersama,
5. Dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.




BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berbicara merupakan suatu keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan gagasan.
Berbicara bertujuan untuk berkomunikasi, selain itu berbicara juga bertujuan untuk member dorongan, stimulasi, meyakinkan, bertindak, menginformasikan, dan menghibur.
Macam berbicara sangat beragam, tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya. Berbicara dapat dibedakan menjadi: persuasif (mendorong, meyakinkan, bertindak), instruktif (memberitahukan), dan rekreatif (menyenangkan). Sedangkan pendapat lain dibedakan menurut situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus.
Metode berbicara yaitu: impromptu, menghafal naskah, dan ekstemporan. Dalam berbicara diperlukan persiapan antara lain: meneliti masalah, menyusun uraian, dan mengadakan latihan berbicara.
Seseorang dapat berbicara ideal jika dapat: memilih topik dengan tepat, menguasai materi dengan baik, mengetahui situasi, memahami latar belakang pendengar, tujuannya jelas, memanfaatkan alat bantu, penampilannya, terencana dan kontak dengan pendengar.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian. Beberapa keterampilan dalam berbicara efektif yaitu: pidato, dialog, diskusi, musyawarah, bercerita.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Rukayah. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta.

Mulyati Yeti, dkk. 2008. Ketrampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

http://www.makalahdanskripsi.blogspot.com/

http://www.id.shvoong.com/

berbicara bahasa indonesia

bahasa Indonesia "berbicara"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai insan yang normal, setiap manusia ingin berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Dengan demikian tidak terlepas dalam aktifitas menyimak dan berbicara. Terutama dalam pemanfaatan bahasa lisan. Namun dalam kenyataannya pembelajaran bahasa pada kurikulum yang telah lalu berbicara belum mendapat perhatian yang memadai karena masih dipadukan atau diselipkan diantara pokok-pokok bahasan yang lain, seperti pragmatik, kosakata, struktur, apresiasi sartra.
Berbicara sebagai salah satu bagian ketrampilan berbahasa mendapat perhatian khusus. Ketrampilan berbicara diajarkan dan dikembangkan sejajar dengan keterampilan-katerampilan yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Bahkan dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara terpadu. Untuk itu masalah keterampilan berbicara perlu dipahami dan dibicarakan lebih jauh.
Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbicara sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud konsep dasar berbicara?
b. Bagaimana pengertian berbicara?
c. Bagaimana tujuan dalam berbicara?
d. Apa saja jenis berbicara?
e. Bagaimana metode dan perencanaan yang diperlukan dalam berbicara?
f. Bagaimana berbicara yang ideal?
g. Apakah keterampilan yang diperlukan dalam berbicara efektif?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui konsep dasar berbicara.
b. Mengetahui dan memahami pengertian berbicara.
c. Mengetahui tujuan dalam berbicara.
d. Mengetahui apa saja yang termasuk jenis berbicara.
e. Mengetahui dan menerapkan metode dan perencanaan dalam berbicara.
f. Mengetahui dan memahami berbicara yang ideal.
g. Memahami menghayati keterampilan dalam berbicara efektif.



BAB II
KETERAMPILAN BERBICARA

A. KONSEP DASAR BERBICARA
Di dalam berinteraksi atau komunikasi yang menggunakan bahasa dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu secara tertulis dan secara lisan. Untuk dapat berkomunikasi lisan secara efektif diperlukan keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan kebudayaan, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembilan hal, yaitu:
1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal.
Dalam berkomunikasi lisan pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal, berganti peran secara spontan, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak dan sebaliknya.
2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi.
Berbicara dimanfaatkan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan. Dalam kaitannya dengan fungsi bahasa, berbicara digunakan sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan, mengadaptasi, mempelajari dan mengontrol lingkungan.
3. Berbicara adalah tingkah laku.
Melalui berbicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya.
4. Berbicara adalah ekspresi kreatif.
Perkembangan persepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi seseorang untuk mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual.
5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Semain banyak berlatih semakin banyak dikuasai dam terampil dalam berbicara.
6. Berbicara dipengaruhi oleh pengalaman.
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila si pembicara memiliki pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan dapat menguraikan pengetahuan dan pengalamannya tersebut.
7. Berbicara sarana memperluas cakrawala.
Berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat.
Dengan memberi kesempatan berbicara akan memberi kesempatan perkembangan linguistik, sehingga mudah belajar berbicara/berbahasa.
9. Berbicara adalah pencaran pribadi.
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara, antara lain : gerak-gerik, tingkah laku, kecenderungan, kesukaan, dan cara berbicaranya. (Logan dkk. 1972: 104-105)

B. PENGERTIAN
Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam umur lain, yakni bunyi bahasa. Bunyi bahasa yang didengar pendengar tersebut kemudian diubah menjadi bentuk semula yaitu pesan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.(HG Tarigan, 1981:15).
Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar(audibel) dan yang kelihatan (visibel) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikologis, neurologis semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Dalam pengertian lain berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan din sebagai anggota masyarakat. Berbicara adalah ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
Berbicara adalah aktivitas untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.

C. TUJUAN
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, setogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dibicarakan ; pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya; dan pembicara harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik acara umum maupun perorangan.
Gorys Keraf (1977: 189) menyatakan bahwa tujuan berbicara sebagai berikut:
1) Memberikan dorongan (menstimulasi) artinya pembicara berusaha member semangat, membangkitkan gairah, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian.
2) Meyakinkan artinya pembicara ingin mempengaruhi keyakinan atau sikap mental, intelektual kepada para pendengarnya.
3) Bertindak atau berbuat (menggerakkan) artinya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar dengan terbangkitkannya emosi/kemauan.
4) Memberitahukan (menginformasikan) artinya pembicara berusaha menyampaikan sesuatu kepada pendengar dengan harapan agar mengerti tentang sesuatu hal/masalah.
5) Menyenangkan (menghibur) artinya pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang menimpa/dialami oleh para pendengar.

D. JENIS BERBICARA
Gorys Keraf membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam yaitu: 1.) persuasive (mendorong, meyakinkan, dan bertindak). 2.) intruktif (memberitahukan). 3.) Rekreatif (menyenangkan) (1977:189). Djago Tarigan (1990:176) membedakan macam berbicara berdasarkan pada: situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus. Menurutnya macam berbicara menjadi beragam sekali tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya.
Berbicara dapat berlangsung dalam situasi, suasana, dan lingkungan formal atau informal. Dalam situasi formal, pembicara dapat dituntut berbicara secara formal pula, misalnya dalam ceramah, perencanaan, dan penilaian. Sebaliknya dalam situasi nonformal seperti banyak dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, pembicara dituntut santai atau tidak formal pula, misalnya dalam tukar menukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita, pengumuman, bertelpon, dan member petunjuk.
Seperti telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, tujuan orang berbicara, ialah ada bermacam-macam. Dalam hal ini pembicara mengharapkan reaksi atau respon dari para pendengar termasuk daripada pendengar. Termasuk ke dalam jenis ini adalah: menginformasikan, menghibur, menstimulasi, meyakinkan, dan mengarahkan.
Ditilik dari metode yang digunakan oleh pembicara, dapat dibedakan menjadi: penyampaian secara mendadak, penyampaian berdasarkan catatan kecil, penyampaian berdasarkan hafalan, dan penyampaian berdasarkan naskah.
Dengan memperhatikan jumlah penyimak yang terlibat dalam suatu pembicaraan, berbicara dapat dibedakan menjadi: antar pribadi, kelompok kecil, dan kelompok besar.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sering terdapat berbagai kegiatan. Diantara kegiatan tersebut ada yang tergolong kegiatan/peristiwa khusus/spesifik, dan istimewa. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, berbicara dapat dibadakan menjadi pidato, presentasi, penyambutan, perpisahan, jamuan (mekan malam), perkenalan, dan pidato nominasi (mengunggulkan).

E. METODE DAN PERENCANAAN BERBICARA
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar, ataupun waktu untuk persiapan sangat menentukan dalam memilih metode atau cara pembicaraan.
Metode penyajian lisan atau berbicara dapat dibedakan menjadi:
1) Metode Impromtu (serta-merta)
Metode ini menyampaikan bahan bicaranya didasarkan atas kebutuhan sesaat. Pembicara tidak berkesempatan untuk mempersiapkan bahan pembicaraan sama sekali. Oleh karena itu wajar bila pembicara berbicara atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya serta teringat di benaknya.
2) Metode Menghafal
Pembicaraan membawakan bahan bicara perencanaan yang cukup matang dan ditulis secara lengkap, kemudian dihafal kata demi kata,kalimat demi kalimat. Dengan metode ini pembicaraan menjadi kaku dan tidak menarik, karena pembicara cenderung menguras tenaga dan ingatan pada bahan yang telah ditulis, sehingga tidak ada usaha menarik perhatian pendengar.
3) Metode Naskah
Penggunaan metode ini dapat kita jumpai pada pidato-pidato resmi, pidato radio dan televisi. Metode ini agak kaku sifatnya, karena pembicara selalu mengarahkan pandangan pada naskah yang dihadapinya. Pembicara yang kurang berpengalaman akan mengalami kesulitan dalam memberikan tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraan dan menarik perhatian pendengar.
4) Metode Ekstemporan (Tanpa naskah)
Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan kecil yang penting. Dengan demikian dapat dimanfaatkan oleh pembicara untuk mengurutkan pembicaraannya.

F. PEMBICARA YANG IDEAL
Pengetahuan mengenai cirri pembicara yang ideal sangat bermanfaat bagi seorang pembicara, yaitu untuk mengetahui apakah mereka termasuk pembicara kurang baik atau sudah termasuk pembicara yang baik atau ideal. Berikut ini ciri-ciri pembicara ideal yang perlu diketahui, dipahami, dihayati dan diterapkan dalam berbicara, sebagai berikut :
1. Dapat memilih topik yang tepat
Pembicara yang baik dapat memilih topik atau materi yang menarik,aktual, dan menarik bagi pendengarnya. Pembicara mempertimbangkan minat, hasrat, dan kebutuhan pendengarnya. Bila pembicara menarik dan berkesan di hati pendengar secara otomatis akan efektif penyajian materinya.



2. Menguasai materi pembicaraan
Pembicara yang baik berusaha menguasai dan memahami materi yang akan dibicarakan. Pembicara berusaha menelaah berbagai sumber, acuan seperti majalah, artikel yang berkaitan dengan materi pembicaraannya.
3. Memahami latar belakang pendengar
Sebelum berbicara langsung,pembicara yang baik,berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya. Misalnya: jumlah, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,minat, nilai yang dianut, serta kebiasaannya.
4. Mengetahui Situasi
Pembicara yang baik selalu berusaha memahami dan mengetahui situasi pembicaraan. Karena itu ia tak segan mengidentifikasi ruangan, waktu, peralatan dan suasana.
5. Tujuan yang Jelas
Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaraan dengan terang dan gamblang. Pembicara tahu kemana hendak menghibur, memberi informasi, meyakinkan, menstimulasi atau menggerakkan. Pembicara tahu dengan pasti apa yang diharapkan dari pendengar dan respon dari pendengarnya.
6. Kontak dengan Pendengar
Pembicara yang baik selalu mempertahankan pendengarnya. Ia berusahamemahami reaksi emosi dan perasaan pendengar, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengar lewat perhatian. Pendengar yang merasa diperhatikan oleh pembicara akan memberikan sikap yang positif.
7. Kemampuan Linguistik dan Non Linguistik Tinggi
Pembicara yang baik akan berusaha memilih, menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menyampaikan jalan pikirannya.
8. Menguasai Pendengar
Pandai menarik perhatian pendengar merupakan hal yang positif bagi pembicara dengan gaya yang menarik,pembicara dapat mengarahkan dan memusatkan perhatian pendengar kepada pembicaraan.

9. Memanfaatkan Alat Bantu
Dalam menjelaskan materi, pembicara yang baik memanfaatkan alat bantu untuk memudahkan pendengar memahami apa yang disampaikan. Alat bantu dapat berupa skema, diagram, statistik, gambar,dan sebagainya.
10. Penampilan Meyakinkan
Pembicara yang baik selalu tampil meyakinkan pendengarnya. Tingkah laku, gaya berbicara, bahasa, cara berpakaian, dan kepribadian sederhana tetapi berwibawa sehingga tampak anggun dan meyakinkan.
11. Terencana
Sesuatu yang direncana hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak terencana. Oleh karena itu pembicara yang baik telah merencanakan pembicaraan sejak dari: memilih topik, menganalisis pendengar dan situasi menyusun kerangka, menguji coba, dan meyakinkan.

G. KETERAMPILAN BERBICARA EFEKTIF
Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Pada dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Bila pembukaan sudah berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 % ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pada acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan dibicarakan.
Bila kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat komite sekolah yang dihadiri oleh pejabat sekolah bersangkutan dan para wali murid, sifatnya formal. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi “penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan Bicara
Lawan bicara atau pendengar bisa dikategorikan dalam dua bagian, yaitu kelompok atau perseorangan. Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Baik isi maupun pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara. Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang lainnya.
b. Isi/Inti Pembicaraan
Dalam acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio visual.
Sesekali sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian.
Untuk mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya dapat dilihat dari lima faktor yaitu:
1) Bunyi vokal dan konsonan diucapkan dengan tepat.
2) Pola intonasi, naik turunnya suara serta tekanan suara kata diucapkan dengan tepat.
3) Ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya.
4) Kata-kata yang diucapkan dalam bentuk dan urutan yang tepat
5) Sejauh mana “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “ke-native-speaker-an” yang tercermin dari seseorang berbicara (Brooks, 1964:252).

1. Pidato
Komunikasi lisan khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu (serta merta), menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika menyusun pidato perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Pengumpulan bahan.
b. Garis besar pidato.
c. Uraian secara detail.
Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis sebagai berikut:
a) Jumlah pendengar
b) Tujuan mereka berkumpul
c) Adat kebiasaan mereka
d) Acara lain
e) Tempat berpidato
f) Usia pendengar
g) Tingkat pendidikan pendengar
h) Keterikatan hubungan batin dengan pendengar
i) Bahasa yang biasa digunakan
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, selain itu penyajian pesan dengan jelas akan mempermudah pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti 6 macam urutan, yaitu deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan membawakan suatu pidato, yaitu:
1. Garis besar terdiri dari tiga bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup
2. Lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan
3. Penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan
Dalam kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan-gagasan secara cermat.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah diperhatikan hal-hal berikut:
1. Gunakanlah kata-kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
2. Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat.
3. Hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4. Berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan kalimat efektif.
5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kambali.
Hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik yaitu dengan cara sebagai berikut :
a) Langsung menyebutkan pokok permasalahan,
b) Melukiskan latar belakang masalah.
c) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
d) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.
e) Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
f) Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak.
g) Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.
h) Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar.
i) Memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka.
j) Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan.
k) Mengajukan pertanyaan provokatif.
l) Menyatakan kutipan.
m) Menceritakan pengalaman pribadi.
n) Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis.
o) Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya.
p) Membuat humor.
Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu diantara cara-cara tersebut sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi. Adapun cara menutup pidato adalah sebagai berikut:
a) Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
b) Menyatakan kemnali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda.
c) Mendorong khalayak untuk bertindak.
d) Mengakhiri dengan klimaks.
e) Menyatakan kutipan alquran, sajak, peribahasa atau ucapan para ahli.
f) Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicara.
g) Menerangkan maksud yang sebenarnya pribadi pembicara.
h) Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.

2. Dialog
Dialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara 2 orang atau lebih. Fungsi utama berdialog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat atau merundingkan sesuatu masalah. Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa terjadi interaksi dialog, misalnya di rumah, di pasar, di jalan raya, di kantor, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika berdialog adalah:
1. Bagaimana menarik perhatian
2. Bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan
3. Bagaimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan
4. Bagaimana mengakhiri suatu percakapan
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian pembicaraan dapat mudah dipahami apabila disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting dalam dialog.

3. Bercerita
Manfaat bercerita diantaranya, yaitu
a. Memberikan hiburan,
b. Mengajarkan kebenaran,dan
c. Memberikan keteladanan
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya :
a. Penguasaan dan penghayatan cerita,
b. Penyelarasan dengan situasi dan kondisi,
c. Pemilihan dan penyusunan kalimat,
d. Pengekspresian yang alami, dan
e. Keberanian

4. Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:18, dikutip dari mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusi ialah proses pelibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah.
Brilhart (Mulyati, 2008) menjelaskan bahwa diskusu yaitu bentuk tukar pikiran secara teratur dan tererah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk mengambik keputusan bersama dalam mengatasi masalah.
Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah :
1. Parsitipasi lebih dari satu orang,
2. Dilaksakan dengan bertatap muka,
3. Menggunakan bahasa lisan,
4. Bertujuan untuk mendapatkan kesempatan bersama,
5. Dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.




BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berbicara merupakan suatu keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan atau mengkomunikasikan gagasan.
Berbicara bertujuan untuk berkomunikasi, selain itu berbicara juga bertujuan untuk member dorongan, stimulasi, meyakinkan, bertindak, menginformasikan, dan menghibur.
Macam berbicara sangat beragam, tergantung dasar apa yang digunakan untuk membedakannya. Berbicara dapat dibedakan menjadi: persuasif (mendorong, meyakinkan, bertindak), instruktif (memberitahukan), dan rekreatif (menyenangkan). Sedangkan pendapat lain dibedakan menurut situasi, tujuan, metode, jumlah penyimak, dan peristiwa khusus.
Metode berbicara yaitu: impromptu, menghafal naskah, dan ekstemporan. Dalam berbicara diperlukan persiapan antara lain: meneliti masalah, menyusun uraian, dan mengadakan latihan berbicara.
Seseorang dapat berbicara ideal jika dapat: memilih topik dengan tepat, menguasai materi dengan baik, mengetahui situasi, memahami latar belakang pendengar, tujuannya jelas, memanfaatkan alat bantu, penampilannya, terencana dan kontak dengan pendengar.
Keterampilan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur yang penting terhadap keberhasilan seseorang dalam semua bidang kehidupan. Sebab berbicara dan berpikir mempunyai hubungan yang erat, keduanya harus berada dalam keserasian. Beberapa keterampilan dalam berbicara efektif yaitu: pidato, dialog, diskusi, musyawarah, bercerita.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Rukayah. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Surakarta.

Mulyati Yeti, dkk. 2008. Ketrampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

http://www.makalahdanskripsi.blogspot.com/

http://www.id.shvoong.com/